TATA CARA PELANTIKAN BOKEO/MOKOLE (RAJA) MEKONGGA

(TENGGA-TENGGA POLAKO MONDENEPAKO BOKEO/MOKOLE I MEKONGGA)

7 Toono Motuo, Bokeo dan Tolea
Ilustrasi Bokeo, Pitu Tōno Motuo dan Toléa
Gambar: Koleksi Pribadi


Dalam pelaksanaan ritual adat memiliki nilai berdasarkan tujuan dan makna kegiatan itu di selenggarakan, terlebih jika kegiatan tersebut memiliki kesakralan karena pelaksanannya tidak asal dilakukan layaknya kegiatan seremonial semata.

Ritual adat adalah serangkaian tindakan atau perilaku yang bersifat simbolis dan dilakukan secara teratur sesuai pelaksanaan yang telah ditentukan sebagai syarat, sering kali memiliki makna sakral atau keagamaan.

Ritual merupakan bagian penting dari kehidupan budaya, berfungsi untuk memperkuat keyakinan, nilai dan identitas suku bangsa dan mengkomunikasikan makna yang lebih dalam bagi masyarakat adat.

Di dalam tatanan hidup masyarakat Tolaki, baik di wilayah Kerajaan KonaWe (Tolaki KonaWe) maupun di Kerajaan Mekongga (Tolaki Mekongga) memiliki norma adat budaya yang sama, dimana Kalo Sara dijadikan sebagai landasan hukum adat tertinggi di dua kerajaan ini, akan tetapi beberapa pelaksanaan ritual adat diantaranya terdapat sedikit perbedaaan misalnya "Sambakai" atau "Mesambakai" yaitu ritual adat potong rambut bagi anak balita masyarakat Tolaki Mekongga yang tidak terdapat didalam tradisi adat Tolaki KonaWe. 

Perbedaan Kegiatan budaya tersebut merupakan bagian dari keanekaragaman budaya Nusantara dan setiap pelaksanaan ritual adat atau ritual sosial lainnya telah menjadi tradisi turun temurun yang tetap terjaga pelaksanaannya, misalnya tradisi perkawinan dan lain sebagainya.

Dari beberapa kegiatan pada masyarakat adat di Nusantara yang paling sakral dan utama adalah Pelantikan Raja, fenomena ini jarang terjadi atau sangat langka dilakukan sehingga menjadi sangat sakral.

Mengenai pelaksanaan pelantikan Raja-raja di Nusantara tentunya memiliki syarat dan tahapan penting yang wajib dipenuhi dan dijalankan. Khusus bagi suku Tolaki Mekongga, ritual adat pelantikan Bokeo/Mokole (Raja) juga terdapat syarat dan tahapan, tahapan ini bersifat simbolis dan permanen.

Urutan tahapan pelaksanaan tersebut akan dijelaskan secara singkat dalam artikel ini, namun tidak satupun mengurangi nilai-nilai kesakralan ritual adat didalamnya. Tahapan ini terdiri dari empat bagian, jumlah tahapan ini juga memiliki makna secara simbolis tertuang dalam wujud dasar Kalo Saro persegi empat serta mewakili empat elemen dalam kehidupan (Angin, Air, Api dan Tanah).
Tahapan tersebut sebagai berikut:

TAHAP PERTAMA: MOSEHE WONUA

Mosehe Wonua adalah Ritual adat Pembersihan Negeri dan Tolak Bala (permohonan doa Keselamatan).
Sebelum acara sakral pelantikan Bokeo/Mokole dimulai, diawali dengan prosesi adat Mosehe Wonua sebagaimana Wonua (tanah atau negeri) adalah inti dari kedaulatan Kerajaan, tempat tinggal bagi masyarakat adat dan roh/arwah para leluhur sembari memohon keselamatan kepada Ombu (Allah Sang Penguasa Jagad). Permohonan do'a tersebut untuk seluruh penduduk yang berada diwilayah kerajaan Mekongga serta memohon kelancaran dalam prosesi Pelantikan Bokeo/Mokole (Raja).

Para undangan dari kalangan Anakiā (Bangsawan), Pemerintah, Tokoh masyarakat dan masyarakat adat dari semua golongan semuanya berkumpul di tempat pelantikan (Balai Adat atau Rahambuu).
Di tengah ruangan diletakkan beberapa benda sebagai syarat adat utama terdiri dari lingkaran rotan (Kalo), kain putih sebagai alas, dan wadah anyaman persegi empat (Siwoleuwa), syarat adat utama inilah yang disebut Kalo Sara sebagai simbol hukum adat tertinggi, lambang persatuan dan kesucian.

Lalu kemudian, Tolea Sara (Juru Bicara Adat atau Pemimpin Upacara) menyampaikan kata sambutan pembuka:

"Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Inae Konasara Iyei Pinesara, Mano Inae Liasara Iyei Pinekasara. (Siapa yang menjunjung adat istiadat akan dihargai dan dihormati, akan tetapi bagi siapapun yang melanggar adat akan mendapatkan sanksi dan sesuatu yang tidak baik, dst..............).
"Hari ini, di bawah naungan leluhur dan disaksikan oleh semesta, kita berkumpul dalam upacara suci Mosehe Wonua (Pembersihan Negeri) dan akan dilanjutkan dengan Pelantikan Bokeo/Mokole (Raja). Kita akan meneguhkan kembali sumpah Sara (adat) diatas hukum Kalosara yaitu hukum adat tertinggi yang menjadi tiang penyangga Wonua (Negeri) ini, yang diwariskan oleh Leluhur kita sebelumnya dst......."

Kemudian dilanjutkan prosesi adat Mosese hingga selesai.

TAHAP KEDUA: MOMBESARA

Yaitu prosesi pembukaan acara pelantikan Bokeo/Mokole Mekongga yang dilakukan Tolea didampingi oleh Pitu Tōno MotuoKalo Sara dan lain-lain diangkat dan diletakkan ditempat kehormatan yang telah disediakan dihadapan Pitu Tōno Motuo.

Selanjutnya Tolea Sara  menyampaikan kata-kata sakral (mombesara) :

"Kolo Sara, sebagai lambang hukum Sara (Adat) tertinggi, telah diletakkan. Lingkaran rotan melambangkan persatuan yang tak terputus. Kain putih melambangkan kesucian dan keadilan yang harus ditegakkan. Wadah segi empat melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat dst...........".
"Kini, tibalah saatnya pengukuhan berdasarkan keputusan bulat Pitu Tōno Motuo (Tujuh Sesepuh) yang menjadi representasi suara rakyat dan pemegang amanah leluhur dalam memilih pemimpin dst....."

Selanjutnya Pitu Tōno Motuo menyampaikan sumpah dan kesaksian yaitu:

"Kami, Pitu Tōno Motuo, bersaksi bahwa Anakiā (misalnya Olank Zakaria atau Lado Lado 😉), telah ditetapkan melalui proses sesuai aturan adat, telah diakui garis keturunannya, dan memiliki jiwa ksatria, arif dan bijaksana untuk memimpin dst.......

Kemudian 3 Orang dari Pitu Tōno Motuo yang telah bersepakat sebelumnya, maju satu per satu.

Tōno Motuo Pertama membawa air suci (air dari ritual mosehe) yang secara simbolis mewakili unsur tanah dan air (simbol kesejahteraan dan kemakmuran), sambil berkata:

"Kami siramkan air suci ini sebagai lambang pembersihan diri dan harapan agar kepemimpinannya sejuk, adil, dan menghidupi rakyat, seturut petunjuk Kalo Sara". Tōno Motuo Pertama lalu menyiramkan sedikit (memercikkan) air ke kaki, tangan dan kepala Calon Raja.

Tōno Motuo Kedua membawa keris pusaka yang secara simbolis mewakili unsur api dan angin (simbol keberanian dan kekuatan), sambil berkata:

"Kami serahkan Karambia (Keris Pusaka/Senjata Adat) ini. "Peganglah dengan jiwa yang berani membela yang benar, tegas menghukum yang salah, dan kuat menjaga martabat Wonua dari segala ancaman. Karambia ini adalah bagian simbol kekuasaan yang harus tunduk pada Adat atau Sara". Tōno Motuo Kedua lalu menyerahkan Keris Pusaka kepada Calon Raja.

Tōno Motuo Ketiga membawa mahkota atau penutup kepala yang secara simbolis mewakili kedaulatan, amanah dan tanggung jawab. Sambil berkata:

"Atas nama leluhur (dapat juga ditambahkan atas izin Allah SWT), atas dasar Kalo Sara dan atas pengakuan Opitu Toono Motuo serta seluruh rakyat, kami nobatkan Engkau. Terimalah Mahkota/Penutup Kepala Adat ini, lambang Kedaulatan Bokeo (Raja) di atas tanah Mekongga. Mulai saat ini, Engkau adalah Bokeo Mekongga yang baru, pemimpin adat dan pemerintahan!".  Toono Motuo Ketiga lalu memasangkan Mahkota/Penutup Kepala Adat kepada Bokeo yang baru dilantik.

TAHAP KETIGA: PENGUCAPAN SUMPAH BOKEO/MOKOLE (MONDODEHI)

Bokeo (Raja) yang baru dilantik berdiri tegak menghadap Kolo Sara diikuti Opitu Toono Motuo, Tolea dan semua yang hadir, kemudian BOKEO MEKONGGA (Raja Mekongga) yang Baru diangkat, bersumpah sebagai berikut:

"Dengan merendahkan diri di hadapan Yang Maha Kuasa dan leluhur, serta disaksikan oleh Kalo Sara dan Opitu Toono Motuo, Para tamu kehormatan dan seluruh penduduk di wilayah kerajaan Mekongga baik yang hadir maupun tidak,  Saya [Nama Raja], menyatakan sumpah setia sebagai Bokeo Mekongga:

Mewujudkan Keadilan: Saya akan menegakkan Kalo Sara sebagai hukum tertinggi, bersikap adil tanpa memandang kasta (Anakiā, Toono nggapa, Ata) dan dari golongan masyarakat lainnya, serta menyelesaikan setiap kasala (perkara) dengan arif dan bijaksana dst......

Menjaga Kehormatan: Saya bersumpah menjaga kehormatan Wonua (Negeri) dan martabat rakyat Tolaki-Mekongga dst.......

Mengutamakan Kesejahteraan: Saya akan berupaya keras demi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, membangun negeri ini bersama pemerintah dan semua masyarakat yang ada di wonua Mekongga dst.......

Menjunjung Tinggi Opitu Toono Motuo: Saya akan senantiasa mendengar dan bermusyawarah dengan Opitu Toono Motuo dalam mengambil keputusan besar yang menyangkut nasib Wonua dst.....

Setia pada Adat: Saya tidak akan melanggar O'Sara (Adat) dan Kalo Sara (Hukum) dan akan memimpin sesuai ajaran leluhur dst..........

Jika saya melanggar sumpah ini, biarlah Kolo Sara dan Sara menghukum saya, dan biarlah bumi menolak saya! Sumpah ini adalah janji saya kepada leluhur dan rakyat!"

TAHAP KEEMPAT: PENUTUP DAN DO'A (MOLONGGO)

Selanjutnya TOLEA SARA menyampaikan kata penutup:

"Sumpah telah diucapkan! Bokeo Mekongga yang baru telah sah diangkat berdasarkan pengakuan Opitu Toono Motuo dan di bawah payung Sara dan Kolo Sara dst....."

"Marilah kita berdoa, semoga Tuhan (Allah) dan roh leluhur merestui kepemimpinan ini. Semoga Bokeo kita diberikan Salama (keselamatan), Kotu Mbonaa (tegas dan amanah), Kohanu (Budaya Malu untuk berbuat salah), dan Merou (Sopan Santun) dalam memimpin dst......

Semoga Wonua kita terhindar dari Abalaa (bencana), dan rakyat mbeSamaturu (bersama-sama) dalam membangun negeri, menjaga kedamaian, sejahtera dst...... hingga selesai"

Upacara ditutup dengan doa bersama dan dilanjutkan pertunjukan seni adat seperti tari-tarian atau Lulo dan lain sebagainya sebagai tanda kegembiraan dan persatuan.

Demikian tata cara singkat RITUAL PELANTIKAN BOKEO/MOKOLE (RAJA) MEKONGGA ini, besar harapan agar budaya Tolaki khususnya Tolaki Mekongga tetap lestari. Jika terdapat kekeliruan dalam naskah ini mohon maaf sebesar-besarnya, untuk itu dibutuhkan masukan kritik dan saran.


Penulis: Olank Zakaria

Penulis adalah Keturunan dari Puu Sara Anakia Mberiou Wasasi Wasabenggali i Mekongga-Wundulako dan Keturunan Panglima Kerajaan Tamalaki Anakia Mberiou Mayasa i Konawe-Anggaberi

Catatan: Jika dibutuhkan teks dalam Bahasa Tolaki-Mekongga, dengan senang hati saya akan bersedia membuat jika tidak ada kendala.

Share:

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

WONUA TOLAKI MEKONGGA

Informasi Terverifikasi mengenai Budaya dan Tradisi Lokal, Bahasa Daerah dan Seputar Sejarah Tolaki Sulawesi Tenggara

Tentang Saya

My photo
BUDAYA ADALAH IDENTITAS DIRI

Ikuti Blog

Recent Posts