
Mombakani (Menggembala)
Gambar: Koleksi Pribadi
Filosofi Luhur Kearifan Lokal
Interpretasi Harfiah yang Mendalam
Ungkapan peribahasa sebagai semboyan ini terdiri dari empat frasa dalam Bahasa Tolaki Mekongga yang memiliki arti harfiah yang lustratif:
1. Sangga-Sanggai: Tebas-tebas (tindakan mengancang-ancang hendak menebas).
2. Olutumu: Lututmu.
3. Pekikī: Melihat.
4. Ine Samba: Ke (di) Ranting.
Jika digabungkan, secara harfiah berarti:"Tebas-tebas lututmu, melihat ke ranting atau dahan"
Makna Umum Semboyan
Makna harfiah ini berfungsi sebagai analogi peringatan yang tidak pragmatis malainkan analogi peringatan untuk memperkuat filosofi bahwa tindakan yang terburu-buru atau tidak dipikirkan matang-matang dapat menyebabkan kerugian atau dampak yang tidak diinginkan. Ini menggambarkan seseorang yang melakukan suatu tindakan (menebas) tanpa fokus pada sasaran yang sebenarnya (ranting/dahan), sehingga tindakan atau perbuatan dapat merugikan diri sendiri (terluka).
Bayangkan seseorang yang menebas tanpa melihat sesuatu karena tidak fokus. Ini adalah gambaran dari tindakan yang dilakukan secara gegabah, terburu-buru, atau salah perhitungan pasti dapat merugikan (melukai) diri sendiri.
Esensi Filosofi Kearifan Lokal
Melampaui makna harfiahnya yang mencengangkan, inti filosofis dari "Sangga-Sanggai Olutumu, Pekikī ine Samba" adalah:
"Pikirkan, rencanakan, dan pertimbangkan secara matang sebelum bertindak, agar tidak menimbulkan kerugian dan penyesalan."
Nilai-Nilai yang Terkandung
Kehati-hatian (Prudensi): Mengajarkan pentingnya berpikir jauh ke depan (foresight). Setiap tindakan harus diperhitungkan risikonya sebelum diputuskan.
Perencanaan (Mempersiapkan): Mendorong masyarakat untuk selalu menyusun rencana yang sistematis dan detail dalam mencapai tujuan. Hasil yang baik tidak datang dari kebetulan, melainkan dari persiapan yang cermat.
Pertimbangan Konsekuensi: Semboyan ini mengingatkan bahwa semua perbuatan memiliki akibat. Jika salah bertindak, maka akibatnya akan menimpa diri sendiri (terluka dsb) atau berujung pada hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.Kedudukan dalam Budaya Tolaki Mekongga
Semboyan ini memiliki kedudukan yang kuat dalam sistem etika sosial Tolaki Mekongga. Bersama dengan prinsip Kalo Sara (Hukum Adat) dan nilai-nilai Tolu Poawo (Tiga Prinsip Moral):Méloo: Tindakan terarah dan ikhlas. Ini mengajarkan tentang bekerja ikhlas, bekerja cerdas dan penuh dedikasi.
Méropo: Mencegah diri dari kerugian akibat kecerobohan. Seseorang harus memastikan setiap langkah telah diperhitungkan, agar tidak berakhir dengan penyesalan.
Manini: Masyarakat didorong untuk tidak bergantung pada keberuntungan, melainkan mengandalkan kesiapan dan perencanaan yang matang secara berkelanjutan.Jika Kalo Sara mengatur kepatuhan terhadap aturan, maka "Sangga-Sanggai Olutumu Pekikī ine Samba" mengatur kualitas tindakan individu itu sendiri. Filosofi ini memastikan bahwa masyarakat tidak hanya patuh, tetapi juga cerdas dan bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Penutup
"Sangga-Sanggai Olutumu, Pekikī ine Samba" adalah salah satu ungkapan peribahasa sebagai warisan budaya yang tak ternilai. Ia mengajarkan kepada generasi saat ini dan mendatang bahwa untuk menghindari kesalahan fatal dan mencapai hasil yang benar, seseorang harus selalu membekali diri dengan pikiran yang jernih dan perencanaan yang sempurna.
Sebagai semboyan Kabupaten Kolaka, filosofi ini dijadikan pedoman dalam pembangunan daerah, yang diartikan sebagai ajakan kepada seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk selalu merencanakan program kerja secara efektif, efisien, dan berkelanjutan, demi kesejahteraan bersama (Wonua Mekongga).
Oleh: Olank Zakaria







No comments:
Post a Comment