TAB MENU

TARI PERANG (UMOARA)

Kampfspiele in Kopfjäger-Tracht, Kolaka in Mekongga. Sumber: Elbert, J. Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie 1911 (Koleksi Pribadi)

SUNGAI KONAWE'EHA

Der Konaweha-Fluɓ bei Usambalu (Puu Sambalu). Sumber: Reisen In Celebes-Erster Band Oleh Paul Und Fritz Sarasin, 1905 (Koleksi Pribadi)

zZasqs

PANTAI KOLAKA

Senkungsstrand bei Kolaka. Sumber: Reisen In Celebes-Erster Band (By Paul Und Fritz Sarasin, 1905) (Koleksi Pribadi)

LEMBAH SIMBUNE

Das Simbune-Tal von Tinondo-Rücken gesehen. Sumber: Reisen In Celebes-Erster Band (By Paul Und Fritz Sarasin, 1905) (Koleksi Pribadi)

ORANG TOKEA

Tokea-Mann Und Tokea-Knabe. Sumber: Reisen In Celebes-Erster Band (By Paul Und Fritz Sarasin, 1905) (Koleksi Pribadi)

Senjata Tradisional Khas Tolaki (Mekongga dan Konawe)

Senjata Tajam Khas Tolaki
Gambar: Koleksi Pribadi

"Reise von derMingkoka-Bai nacbKendari, Südost-Celebes (339)"

Die Leute, welche wir in Kolaka sahen, waren meist schwer bewaffnet. Sie führen stets ein großes Schwert (Pade) mit sich, dessen Klinge etwa 60 cm lang und nach vorne zu bis 8 cm breit wird (Fig. 104). Dieses wird gewöhnlich ohne Scheide in der Hand, meist über die Schulter gelehnt, getragen. Wenn es, wie dies bei längeren Märschen geschieht, umgehängt werden soll, so wird als Scheide ein dünner Bambus gebraucht, welcher einseitig eine Rinne zur Aufnahme der Schneide aufweist oder auch ein Futteral aus Palmblattscheide , welches die ganze Klinge umschließt. Der gebogene Griff besteht aus Holz und Büffelhorn, ist manchmal fein poliert und groß genug, um mit beiden Händen angefaßt zu werden. Am Ende des Griffes ist bei neugefertigten Schwertern ein kleines, flachkegelförmiges Holzstück eingezapft und festgebunden, welches später durch eine gestielte Holzkugel ersetzt wird, in welche Menschenhaare, büschelweise verteilt, eingepflanzt sind. Neben dem Schwert fehlt natürlich die Lanze, mit oder ohne Widerhaken, nicht und ein Haumesser (tadu), das zumHolzschlagen und anderen häuslichen Arbeiten dient.

"Perjalanan dari Mekongga ke Kendari Sulawesi Tenggara (339)"

Orang-orang yang kami lihat di Kolaka kebanyakan bersenjata lengkap. Mereka selalu membawa pedang besar (pade), bilah yang panjangnya sekitar 60 cm dan lebar hingga 8 cm ke arah depan (Gbr. 104 terlampir diatas). Ini biasanya dikenakan tanpa sarung di tangan, biasanya disandarkan di atas bahu. Jika akan digantungkan di sekeliling badan (disampirkan), seperti pada pawai (alat-alat kerajaan) yang lebih panjang, digunakan sarung bambu tipis, yang memiliki lekukan di satu sisi untuk menampung bilah, atau wadah yang terbuat dari daun lontar yang membungkus seluruh bilah. Gagangnya yang melengkung terbuat dari kayu dan tanduk kerbau, terkadang dipoles halus dan cukup besar untuk digenggam dengan kedua tangan. Di ujung gagang pedang yang baru diproduksi, sepotong kayu kecil berbentuk kerucut datar dilumasi dan diikat, yang kemudian diganti dengan bola kayu bergagang, di mana rambut manusia ditanam dalam jumbai.¹
Selain pedang, tentunya ada tombak, dengan atau tanpa duri, dan kujang (tadu) yang digunakan untuk memotong kayu dan pekerjaan rumah tangga lainnya.²
  • Sumber: "Raisen in Celebes (Halaman 339)

Pada terjemahan di atas mengacu pada gambar di atas dijelaskan oleh Sarasin bahwa itu adalah sebuah “pade”, tanpa mengurangi pemahaman saudara Sarasin yang telah memberikan sedikit catatan tersendiri dengan banyak memberikan tafsir pribadi yang tidak sesuai dengan kenyataan khususnya tentang Tolaki Mekongga dalam perjalanan singkat tahun 1903. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena terbatasnya pemahaman bahasa daerah dalam berkomunikasi sehingga dalam menafsirkan sesuatu kurang tepat.

¹ Mengenai senjata tradisional Tolaki, baik Tolaki Mekongga maupun Tolaki Konawe memiliki beberapa jenis senjata tradisional dengan bentuk dan peruntukannya sama. Sehubungan dengan itu, perlu diklarifikasi beberapa pemahaman yang salah dalam catatan saudara Sarasin tersebut.

Bahwa yang dimaksud pada gambar tersebut sebenarnya bukanlah “pade” melainkan “taáwu” (orang Sulawesi Selatan menyebutnya sinangké). Pade dalam bahasa Tolaki berarti parang, pade atau parang dalam masyarakat Tolaki adalah sebutan untuk berbagai jenis parang. Pade adalah alat yang digunakan untuk menunjang pekerjaan sehari-hari dan bukan bagian dari senjata tradisional yang digunakan untuk melakukan peperangan atau berperang, akan tetapi “Taáwu” dan “Pade” merupakan senjata tajam khas Tolaki yang masing-masing mempunyai fungsi sosial berbeda-beda.

Secara fisik, taáwu yang digunakan sebagai alat perang memiliki panjang bilah bervariasi antara 70cm - 100cm sedangkan pade atau parang ukurannya lebih gemuk dan pendek dari taáwu digunakan sebagai alat sehari-hari untuk menunjang pekerjaan rumah tangga, seperti memotong kayu dan lain-lain.

Ciri khas taáwu terletak pada gagangnya, taáwu yang disimpan sebagai senjata yang disebut podagai raha (Mekongga) atau podagai laika (KonaWe) digunakan sebagai alat pertahanan untuk membela diri biasanya tidak ditanami rambut manusia pada gagangnya, sedangkan taáwu yang digunakan khusus untuk perang biasanya ditanami rambut musuh yang terbunuh dalam pengayauan.

Suku Tolaki di Mekongga (ToMekongga) mempunyai berbagai jenis pade atau parang selain taáwu, antara lain: pade nggalauti, pade sondi, pade kandao, pade banggu-banggu dsb.

Selain pade dan taáwu, suku Tolaki di Mekongga juga memiliki senjata tajam berukuran kecil yang disebut piso (oPiso) atau pisau. Sama halnya dengan pade, peralatan pisau terdiri dari dua jenis yaitu piso (oPiso) dan golo-golo (badik) keduanya mempunyai fungsi yang berbeda, piso digunakan sebagai alat sehari-hari untuk menunjang pekerjaan rumah tangga sedangkan golo-golo digunakan sebagai senjata dalam perkelahian atau duel.

² Kujang (Tadu) yang dimaksud oleh Sarasin (gambar tidak terlampir) kemungkinan adalah parang jenis pade sondi yang biasa digunakan oleh Tadu (prajurit, tokoh, pelindung kerajaan) dan masyarakat pada umumnya dalam melakukan kegiatan berkebun, mengumpulkan hasil hutan dan lain-lain.

Adapun yang dimaksud tombak dalam catatan di atas, orang Tolaki menyebutnya Karada. Bentuk karada tersebut menyerupai tombak pada umumnya memiliki gagang rotan atau kayu dengan panjang 1,5 meter hingga 2,5 meter.



Ditulis dan Diterjemahkan oleh:
Olank Zakaria 

Prajurit Kerajaan dan Golongan Ksatria Mekongga

Tomekonka-Kriegr in Kolaka
(Prajurit ToMekongga di Kolaka)



Tomekonka-Krieger in Kolaka

"Reise von derMingkoka-Bai nacbKendari, Südost-Celebes"

Die Schilde der Tome-konka sowohl, alsder weiter  ostwärts wohnendenStämme bis zur Kendari-Bai hin, sind von etwas anderer Art, als wir sie bisher in Celebes ge-sehen. Sie bestehen aus Holz, sind 1,20 m hoch, etwa 20 cm breit und zeigen in der Mitte einen vor-springenden Buckel oder Kegel. Der Schildrand ist ringsum mit büschelweise  angeordneten  Menschen-haaren besetzt ; auch der Buckel trägt häufig ein solches Haarbüschel.

Als Panzer sahen wir in Kolaka blos die uns vom Norden der Halbinsel schon bekannten,  aus Gn et um fasern gefloch-tcnen, ärmellosen Jacken, wie auch der Tomekonka-Krieger auf dem beigegebenen, nach einer Photographie hergestellten Bilde eine tragt. Mützen, aus Rotang  geflochten, vollenden die Aus-rüstung.

Die photographische Arbeit ging hier im allgemeinen ohne große Schwierigkeit vor sich. Ein einziges Mal, bei Aufnahme eines Gruppenbildes, begann einer erst wie zum Scherz den Kriegs-tanz zu tanzen, wobei er sich aber mehr und mehr aufregte und zuletzt drohend gegen unsere zuschauenden Leute vorging, so daß wir sie schleunigst wegbefehlen mußten, worauf er sich nach und nach wieder beruhigte, eine Zeitlang noch schwer keuchend.

Prajurit ToMekongga di Kolaka

"Perjalanan dari Mekongga ke Kendari Sulawesi Tenggara"
 
Perisai ToMekongga, serta suku-suku yang lebih jauh ke timur sejauh Teluk Kendari, agak berbeda jenisnya dari apa yang selama ini kita lihat di Sulawesi. Terbuat dari kayu, tingginya 1,20 m, lebar sekitar 20 cm dan memperlihatkan punuk atau kerucut yang menonjol di tengahnya. Tepi perisai di sekelilingnya ditutupi dengan rambut manusia yang tersusun dalam jumbai; punuk juga sering memakai seberkas rambut seperti itu.
 
Satu-satunya baju besi yang kami lihat di Kolaka adalah jaket tanpa lengan yang ditenun dari serat melinjo, yang sudah kami kenal dari utara semenanjung, seperti prajurit ToMekongga pada gambar terlampir (gambar atas), dibuat dari foto, memakai topi yang dikepang terbuat dari rotan melengkapi pakaiannya.
 
Pekerjaan fotografi di sini umumnya berjalan tanpa kesulitan besar. Hanya sekali, ketika berfoto bersama, salah satu dari mereka mulai menari tarian perang (gambar tari perang) seolah-olah untuk lelucon, tetapi dia semakin bersemangat dan akhirnya bertindak mengancam penonton (kami), sehingga kami harus menyuruh mereka pergi secepat mungkin. lalu mereka pergi dan setelah tenang, masih terengah-engah untuk sementara waktu.

  • Sumber: Reisen in Celebes - Erster Band, 1905 

 

Tari perang Mekongga di Kolaka


Golongan Ksatria ToMekongga

Awal terbentuknya pasukan kerajaan Mekongga tidak diketahui secara pasti. Dalam catatan sejarah baik berupa naskah tertulis maupun melalui tradisi pengisahan tidak ditemukan satu pun petunjuk mengenai hal tersebut. Begitu pula halnya melalui pendekatan sejarah peradaban suku-suku yang ada di pulau Sulawesi tidak satu pun memiliki sejarah awal mula terbentuknya pasukan kerajaan.

Kehadiran dan keterlibatan pasukan kerajaan hanya diperoleh dari peristiwa dan kejadian sejarah masa lampau oleh suku Tolaki disebut "mongaé". Mongaé atau mengayau adalah perang atau peperangan disertai pemenggalan kepala musuh. Peristiwa mongaé tersebut diperoleh dari kisah peperangan antar kelompok suku-suku yang ada di Sulawesi tenggara dan antar kerajaan. Peristiwa peperangan suku Tolaki telah dilakukan sejak masa awal migrasi terhadap suku-suku pribumi antara lain: ToKia (ToKea), ToAere dan ToMoronene.

Pria Dewasa Tokia (kanan) dan Anak-anak Tokia (kiri)

Pasukan kerajaan dalam struktur kerajaan Mekongga juga tidak dijelaskan secara gamblang mengenai unsur-unsur dan pimpinan yang terdapat dalam pasukan kerajaan tersebut, kendati demikian dalam strata sosial suku Tolaki dikenal dua golongan masyarakat sebagai pelindung kerajaan yaitu Tadu dan Tamalaki.

Tadu adalah golongan ksatria yaitu golongan orang-orang yang terdiri dari orang-orang tua atau sesepuh yang memiliki kesaktian dan mahir beladiri disebut kondau yaitu bela diri sejenis silat. Setiap tadu sering juga disebut "langgai gēgē" atau laki-laki yang disegani karena memiliki kesaktian. Sedangkan Tamalaki adalah golongan ksatria yang dikenal sebagai prajurit kerajaan, kebanyakan dari mereka terdiri dari pemuda-pemuda yang telah berikrar untuk mengorbankan hidupnya demi kepentingan kerajaan.



Diterjemahkan dan Ditulis Oleh:
Olank Zakaria

Sumber gambar: Reisen in Celebes - Erster Band, 1905